Polemik TPI Demaan Jepara: Transparansi dan Keadilan bagi Nelayan dan Pedagang Kecil

Polemik TPI Demaan Jepara: Transparansi dan Keadilan bagi Nelayan dan Pedagang Kecil
JEPARANEWS | JEPARA - Polemik pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Demaan Jepara kembali mencuat setelah para pedagang kecil dan nelayan merasa dirugikan oleh sistem yang tidak transparan.
DPRD Kabupaten Jepara pun turun tangan dengan mengadakan dialog terbuka pada hari Senin, (17/2/2025) di Ruang Komisi B DPRD Jepara Bidang Perekonomian antara pihak-pihak terkait, termasuk perwakilan pemerintah, KUD, pengusaha, nelayan, serta tokoh masyarakat dan pengamat kebijakan publik.

Kabupaten Jepara, Rabu
(19/2/2025).
Dalam diskusi yang dipimpin oleh DPRD Jepara dari Fraksi PDIP, Tri Budi Cahyono, beberapa permasalahan utama terungkap, termasuk dugaan penyewaan ilegal TPI kepada delapan pengusaha, serta lelang ikan yang dilakukan secara tertutup. Hal ini berpotensi melanggar regulasi perikanan dan menimbulkan maladministrasi yang merugikan pedagang kecil dan nelayan.
1. Dugaan Penyewaan TPI dan Pelanggaran Regulasi
Kepala Dinas Perikanan Jepara menegaskan bahwa TPI tidak pernah disewakan, melainkan dikelola melalui mekanisme kerjasama. Namun, berdasarkan laporan pedagang dan pengamat kebijakan publik, ditemukan indikasi bahwa TPI justru dikuasai oleh delapan pengusaha besar, sementara nelayan dan pedagang kecil kesulitan mendapatkan tempat yang layak.
Dasar Hukum yang Dilanggar:
Permen KP No. 26 Tahun 2013: Menegaskan bahwa TPI tidak boleh disewakan secara komersial.
UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik: Melarang kebijakan yang merugikan masyarakat pengguna layanan publik.
Jika dugaan penyewaan ini benar, maka praktik ini dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan berpotensi memiliki implikasi hukum yang serius.
2. Lelang Ikan Tertutup: Dimana Transparansinya?
Pelelangan ikan yang seharusnya dilakukan secara terbuka, justru dilaksanakan secara tertutup. Hal ini bertentangan dengan prinsip transparansi yang diamanatkan dalam regulasi perikanan.
Ketentuan yang Dilanggar:
Permen KP No. 8 Tahun 2012: Mengatur bahwa pelelangan ikan harus dilakukan secara terbuka dan akuntabel.
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik: Menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai pengelolaan aset publik.
Akibat sistem lelang tertutup ini, pedagang kecil tidak memiliki kesempatan yang adil untuk mendapatkan ikan dengan harga yang bersaing. Ini menguntungkan segelintir pengusaha besar, tetapi merugikan para nelayan dan pedagang kecil.
3. Konflik Penempatan Pedagang dan Ketidaktegasan Kebijakan
Salah satu kebijakan yang menjadi perdebatan adalah lokasi berjualan para pedagang. Sebelumnya, mereka sudah direlokasi ke dalam TPI, namun kembali berjualan di area parkir.
Fakta di Lapangan:
Pedagang diminta untuk berjualan di dalam TPI, namun di dalamnya justru penuh dengan box-box cooler milik pengusaha.
Pedagang kemudian diarahkan ke pinggir TPI, tepat di tepi jalan, dengan membayar uang kebersihan kepada warga setempat.
Kadis Perhubungan menyatakan bahwa area parkir tidak diperbolehkan untuk aktivitas berdagang, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Masalahnya: Ketidaktegasan dalam penataan ini menyebabkan pedagang merasa dipermainkan. Mereka sudah mengikuti arahan untuk pindah ke dalam TPI, tetapi akhirnya harus kembali ke luar karena keterbatasan ruang akibat dominasi pengusaha besar.
4. Lemahnya Pengawasan DKP Jepara: Siapa yang Bertanggung Jawab?
Dalam diskusi, Dr. Djoko Tjahyo Purnomo, A.Pi, S.H., MM,. MH., pengamat kebijakan publik, menyoroti lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jepara.
Beberapa indikasi kelemahan pengawasan yang terungkap dalam diskusi:
Minimnya kontrol atas pengelolaan TPI, sehingga dugaan penyewaan ilegal dapat terjadi.
Kurangnya pengawasan dalam sistem pelelangan, yang menyebabkan lelang tertutup tetap berlangsung.
Tidak adanya evaluasi berkala terhadap penggunaan ruang dalam TPI, yang menyebabkan ketimpangan dalam alokasi tempat berdagang.
Jika DKP Kabupaten Jepara tidak segera bertindak, maka bukan hanya pedagang yang dirugikan, tetapi juga potensi pendapatan daerah dari retribusi pelelangan bisa berkurang akibat sistem yang tidak transparan.
5. Solusi: Apa Langkah Selanjutnya?
Untuk menyelesaikan polemik ini, DPRD Kabupaten Jepara perlu mengambil langkah konkret dalam menyelesaikan masalah di TPI Demaan.
Rekomendasi Utama:
Audit Independen: Investigasi terhadap dugaan penyewaan ilegal dan sistem pelelangan tertutup.
Revitalisasi TPI: Jika kapasitas TPI saat ini tidak memadai, perlu dilakukan perluasan atau relokasi ke lokasi yang lebih representatif, seperti TPI Bulu.
Penertiban dan Pengawasan: DKP harus meningkatkan pengawasan agar tidak ada praktik penyalahgunaan aset daerah.e
Revisi Kebijakan Pelelangan: Pastikan sistem lelang dilakukan secara terbuka, sesuai dengan peraturan perikanan yang berlaku.
Kesimpulan: Mewujudkan TPI yang Adil dan Berpihak pada Rakyat
Polemik di TPI Demaan Jepara bukan hanya sekadar masalah tempat berjualan, tetapi menyangkut transparansi, keadilan, dan tata kelola aset daerah.
Jika dibiarkan berlarut-larut, maka akan semakin banyak pihak yang dirugikan, terutama para nelayan dan pedagang kecil yang bergantung pada TPI sebagai sumber penghidupan mereka.
DPRD Kabupaten Jepara memiliki peran krusial dalam mengawal kebijakan ini agar berpihak pada masyarakat kecil. Transparansi, keadilan, dan pengawasan ketat harus menjadi prioritas utama dalam penyelesaian masalah ini.
Karena pada akhirnya, TPI bukan hanya sekadar tempat pelelangan ikan, tetapi juga sumber penghidupan bagi banyak keluarga nelayan dan pedagang kecil di Jepara.
Editor :Eko Mulyantoro