Naskah Kebijakan Publik

Naskah Kebijakan Publik - Tidak Ada LSM yang Kebal Hukum: Menegakkan Tertib Sosial dan Keadilan Publik, Senin (20/10/2025).
Naskah Kebijakan Publik "Tidak Ada LSM yang Kebal Hukum: Menegakkan Tertib Sosial dan Keadilan Publik"
Oleh : Tim Kajian Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik Yayasan Konsorsium LSM Jepara_
JEPARANEWS | JEPARA
Pendahuluan
Dalam sistem demokrasi, keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan bagian penting dari dinamika kehidupan bernegara.
LSM berperan sebagai penyalur aspirasi masyarakat, kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah, dan mitra pembangunan.
Namun demikian, peran tersebut harus dijalankan dalam koridor hukum dan etika sosial.
Akhir-akhir ini muncul fenomena LSM yang melampaui batas kewenangannya, bahkan memfasilitasi tindakan melanggar hukum seperti penutupan jalan umum tanpa izin resmi.
Fasilitasi dalam bentuk koordinasi, penyediaan logistik, atau pembuatan berita acara tanpa izin resmi tetap termasuk dalam unsur “membantu atau turut serta melakukan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 KUHP. Oleh karena itu, tanggung jawab hukum tidak hanya berada di tangan pelaku langsung di lapangan, tetapi juga pihak yang menginisiasi dan memberi dukungan administratif.
Adapun keberadaan berita acara kegiatan tidak dapat dijadikan dasar legalitas. Berita acara hanyalah bentuk pencatatan administratif, bukan izin resmi yang memiliki kekuatan hukum. Izin sah untuk penggunaan jalan umum hanya dapat diterbitkan oleh Kepolisian Republik Indonesia dan Dinas Perhubungan, setelah melalui proses permohonan dan pertimbangan teknis lalu lintas.
Praktik seperti ini bukan hanya mengganggu kepentingan masyarakat luas, tetapi juga mencederai prinsip dasar supremasi hukum dan keadaban publik.
Akses menuju pantai meskipun bukan jalan umum, apakah bisa ditutup secara sah?
1. Status Jalan Menuju Pantai
- Jalan Umum → jelas tidak boleh ditutup sepihak (harus izin pemerintah).
- Jalan Akses (bukan jalan umum) → misalnya jalan tanah, jalan lingkungan, jalan milik pribadi/kelompok.
Namun: meskipun bukan jalan umum, jika jalan itu menjadi satu-satunya akses menuju kawasan pantai, maka ada prinsip hak akses publik yang diakui hukum.
2. Prinsip Hak Akses Publik ke Pantai
a. UUD 1945 Pasal 33 ayat (3)
“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”
Pantai adalah wilayah publik (dikuasai negara, bukan privat).
b. UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
- Pasal 21 ayat (1): setiap orang berhak mendapatkan akses ke wilayah pesisir.
- Pasal 60: pemerintah wajib menjamin akses masyarakat ke pantai.
c. UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
- Menjamin hak masyarakat untuk menikmati obyek wisata, termasuk pantai.
d. Hukum Adat & Asas Kepentingan Umum
Meskipun tanah milik pribadi, tidak boleh digunakan untuk menutup hak masyarakat yang lebih luas (asas fungsi sosial hak milik → Pasal 6 UUPA No. 5/1960).
Landasan Hukum dan Prinsip Tanggung Jawab
Jalan umum merupakan fasilitas publik yang dilindungi oleh hukum.
Dasar hukumnya antara lain:
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)
- Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Pasal 192 dan Pasal 55 KUHP)
Berdasarkan aturan tersebut, setiap pihak yang menutup, menghalangi, atau mengubah fungsi jalan umum tanpa izin resmi dari instansi berwenang dapat dikenai sanksi pidana.
Jika LSM berperan sebagai penggerak atau fasilitator tindakan tersebut, maka secara hukum termasuk “turut serta melakukan tindak pidana” sesuai Pasal 55 KUHP.
Adapun aparat yang mengetahui dan membiarkan tindakan ilegal semacam itu, dapat dianggap lalai atau menyalahgunakan kewenangan jabatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 421 KUHP.
Dengan demikian, berita acara kegiatan atau pembiaran aparat tidak dapat menggugurkan unsur pidana.
Analisis Masalah
Fenomena LSM yang memfasilitasi tindakan melawan hukum muncul karena beberapa faktor utama:
Kesalahpahaman terhadap makna kebebasan berorganisasi
- Sebagian pihak menilai bahwa LSM memiliki imunitas hukum, padahal semua warga negara sama di hadapan hukum.
Lemahnya koordinasi dengan aparat berwenang
- Banyak kegiatan LSM di ruang publik dilakukan tanpa izin tertulis, hanya berdasarkan kesepakatan informal atau “berita acara”.
Kurangnya penegakan hukum yang konsisten
- Aparat kadang memilih bersikap permisif demi menjaga ketenangan situasional, padahal hal ini menciptakan preseden buruk.
Minimnya literasi hukum di kalangan aktivis dan masyarakat
- Kesadaran hukum seringkali kalah oleh semangat advokasi yang emosional. Akibatnya, tindakan yang semula diniatkan sebagai perjuangan sosial justru menimbulkan gangguan ketertiban umum dan pelanggaran hak masyarakat luas.
Dampak Sosial dan Moral
Dampak dari tindakan penutupan jalan umum tanpa izin bukan hanya pada lalu lintas, tetapi juga menyentuh dimensi moral dan sosial masyarakat. Tindakan tersebut mencerminkan menurunnya kesadaran terhadap batas kebebasan sipil, serta melemahkan kepercayaan publik terhadap peran LSM.
Dalam filosofi sosial Jawa, *“tata, titi, tentrem, lan tertib”* adalah landasan harmoni hidup bersama.
Ketika ruang publik digunakan secara semena-mena, harmoni sosial akan terganggu, dan masyarakat kehilangan rasa aman serta kepercayaan terhadap lembaga sosial yang semestinya menjadi panutan.
Posisi dan Tanggung Jawab Setiap Pihak
LSM
- Harus menjalankan fungsi advokasi secara sah dan bertanggung jawab.
- Tidak boleh melampaui batas kewenangan dengan mengatur atau menutup akses publik tanpa izin resmi.
- Wajib berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan aparat hukum dalam setiap kegiatan di ruang publik.
Aparat dan Pemerintah Daerah
- Harus menegakkan hukum secara tegas tanpa pandang bulu.
- Tidak boleh membiarkan tindakan pelanggaran dengan alasan toleransi situasional.
- Wajib menindak setiap bentuk penyalahgunaan ruang publik.
Masyarakat/Perkumpulan
- Harus turut menjaga ketertiban umum dan melaporkan setiap pelanggaran yang mengganggu hak publik.
- Tidak boleh terprovokasi atau mengikauti kegiatan yang tidak memiliki izin resmi.
Unsur Pelanggaran yang dapat diterapkan:
Pidana
Pasal 167 KUHP:
Penguasaan jalan umum atau lahan publik tanpa hak.
Pasal 192 KUHP dan Pasal 274–275 UU LLAJ* menjadi dasar hukum langsung untuk menindak pelaku (LSM atau masyarakat) yang melakukan atau memfasilitasi penutupan jalan umum tanpa izin.
Pasal 421 KUHP dan Pasal 359* KUHP memberikan dasar hukum pertanggungjawaban aparat jika terbukti terjadi pembiaran atau penyalahgunaan wewenang.
Keempat pasal ini membentuk rangkaian hukum terpadu yang menggambarkan hubungan tanggung jawab berjenjang antara pelaku, fasilitator, dan aparat penegak hukum
Pasal 406 KUHP:
Perusakan atau penghalangan fungsi fasilitas umum.
Pasal 421 KUHP:
Pejabat yang menyalahgunakan jabatan dengan membiarkan atau memfasilitasi tindakan ilegal.
Pasal 55 KUHP:
Setiap orang yang turut serta melakukan atau membantu pelanggaran dapat dipidana bersama-sama.
Perdata
Secara perdata, tindakan penutupan jalan umum dan pengusiran pelaku UMKM tanpa dasar hukum menimbulkan kerugian materiil dan immateriil bagi warga.
Dasar perdatanya antara lain:
- Pasal 1365 KUHPerdata: “Setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian kepada orang lain mewajibkan pelakunya mengganti kerugian tersebut.”
- Pasal 1366 KUHPerdata: “Seseorang juga bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan kelalaiannya.”
Dengan demikian, masyarakat yang kehilangan akses usaha atau penghasilan berhak menggugat secara perdata
Yurisprudensi / Kasus Serupa
Beberapa putusan yang relevan:
Putusan MA No. 31 K/Pdt/2003 (Kasus Sengketa Akses Pantai di Bali)
- Intinya, akses menuju pantai tidak boleh ditutup meskipun melewati tanah milik pribadi, karena pantai adalah ruang publik.
- Kasus Sengketa Akses Pantai Balangan, Bali (2010) Warga menggugat developer yang menutup akses pantai → pengadilan memutuskan akses harus dibuka kembali.
Kasus Akses Pantai Padang Galak, Bali (2016) Masyarakat bersama LSM menggugat penutupan → pengadilan menegaskan pemerintah wajib menjamin akses publik ke pantai.
Rekomendasi Kebijakan
Untuk menegakkan tertib sosial dan supremasi hukum, beberapa langkah kebijakan direkomendasikan:
- Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum perlu menerbitkan Surat Edaran atau Peraturan Bupati/Wali Kota tentang Tata Cara Penggunaan Jalan Umum untuk Kegiatan Sosial dan Advokasi Publik, agar tidak ada penafsiran bebas.
- Dinas Perhubungan dan Kepolisian wajib memperketat mekanisme perizinan kegiatan di jalan umum serta melakukan pengawasan langsung di lapangan.
- Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) perlu mengadakan pembinaan rutin terhadap LSM, agar memahami batas kewenangan dan etika sosial dalam melakukan aksi publik.
- Aliansi Media dan organisasi jurnalis perlu berperan aktif dalam pengawasan publik dan edukasi hukum masyarakat, agar peristiwa serupa tidak berulang.
- Penegakan hukum yang adil dan tegas harus menjadi prioritas, untuk memastikan tidak ada lembaga atau individu yang merasa kebal hukum.
Penutup
Supremasi hukum adalah fondasi dari keadaban bangsa. Tidak ada lembaga, organisasi, ataupun individu yang berada di atas hukum - termasuk LSM.
Kebebasan sipil bukan berarti kebebasan tanpa batas, tetapi kebebasan yang dijalankan dengan tanggung jawab moral dan kesadaran sosial.
Menegakkan hukum dengan adil bukan semata urusan aparat, tetapi juga panggilan moral seluruh elemen masyarakat.
LSM yang benar akan menjadi pelita rakyat; LSM yang melanggar hukum justru memadamkan kepercayaannya sendiri.
Maka, jalan menuju masyarakat tertib dan beradab hanya bisa dibangun lewat kedisiplinan, keteladanan, dan kesetiaan terhadap hukum. pernyataan sikap
Disclaimer
Editor :Eko Mulyantoro
Source : Yayasan Konsorsium LSM Jepara