Mediasi antara Warga Desa Kedungcino Terdampak Tower BTS dengan Tim Mitratel

Mediasi antara Warga Desa Kedungcino Terdampak Tower BTS dengan Tim Mitratel, Rabu (20/8/2025).
JEPARANEWS | JEPARA - Perwakilan warga masyarakat dari RT 012, RT 013, RT 014 di RW 004, Desa Kedungcino, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Rabu siang (20/8/2025) mendatangi Balai Desa Kedungcino dalam rangka pertemuan dan mediasi terkait penolakan dan tuntutan ganti rugi dan atau kompensasi adanya dampak negatif keberadaan Tower BTS atau Base Transceiver Station milik PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk atau Mitratel.

Rapat ini dihadiri oleh perwakilan Mitratel dari Semarang yaitu Fegi Jodi, C. Axel Panjaitan, dan R. Timur, Kusnanto, Pj Petinggi Desa Kedungcino, Taufik, Sekdes atau Carik, Joko Santoso koordinator dari perwakilan warga, dan Edy Santoso dari DPC LPHI atau Lembaga Peduli Hukum Indonesia, Jepara selaku penerima Surat Kuasa Khusus dari warga masyarakat terdampak.

Kepada awak media Joko Santoso selaku koordinator warga terdampak langsung dengan berdirinya Tower BTS di lingkungan mereka, memberikan dokumen Surat Pernyataan Penolakan Tower Telekomunikasi yang berisikan beberapa tuntutan dikarenakan menjadi korban terdampak adanya tower antara lain:
1. Dari segi kesehatan warga sering merasakan keluhan sakit.
2. Warga sering mengalami kerusakan peralatan alat elektronik, baik televisi, HP dan lain-lain.
3. Semenjak tower berdiri, pada waktu hujan petir sering menyambar terlalu dekat ke rumah warga sekitar tower sehingga sering mengakibatkan kerusakan jaringan listrik dan elektronik.
4. Kebisingan bunyi genset pada saat terjadi listrik padam.
Dahulu sekitar 11 tahun yang lalu sebelum tower berdiri, dari pihak vendor sudah pernah menjelaskan bahwa tower tersebut aman untuk warga sekitar. Akan tetapi kenyataannya berbeda dan meresahkan warga sekitar tower. Oleh karena itu warga masyarakat Desa Kedungcino tersebut, memohon kepada pihak yang berwenang, pihak provider, pemilik lahan, dan Pemdes Kedungcino untuk menindaklanjuti permasalahan ini.
Surat pernyataan ini ditandatangani atas kesepakatan bersama oleh warga masyarakat terdampak langsung karena keberadaan Tower BTS atau Base Transceiver Station milik Mitratel.
Diawal rapat mediasi, Taufik, Sekdes atau Carik Desa Kedungcino selaku mediator menegaskan bahwa rapat ini ruang kerja Petinggi ini bertujuan untuk memediasi antara pengelola Tower BTS dan warga di lingkungan RW 004.
"Pemdes memberikan kesempatan kepada masing-masing pihak untuk menyampaikan pendapat, terutama dari warga masyarakat di radius terdampak untuk menyampaikan uneg-uneg dan keluhan untuk bisa ditanggapi dari pihak Mitratel," tegasnya.
Selanjutnya, Kusnanto, Kades atau Petinggi memberikan arahan terkait kegiatan mediasi yang dilaksanakan di Desa Kedungcino.
Ia meminta agar persoalan dan keluhan warga ini bisa diselesaikan, dirembuk, dan dimusyawarahkan agar tidak ada yang dirugikan. "Keinginan masyarakat dan Mitratel bisa disampaikan agar persoalan tidak melebar kemana-mana," katanya.
"Sehingga tuntutan warga bisa dipenuhi, Tower BTS Mitratel tetap bisa beroperasi. Dan, Pemdes Kedungcino memfasilitasi dan memberikan ruang dialog bagi kedua belah pihak untuk melalui proses komunikasi dengan baik," tambah Taufik.
"Seingat saya, tower sudah berdiri dan beroperasi sejak 11 tahun lalu dan memang warga sekitar ring 1-3 sudah memperoleh kompensasi oleh perusahaan pengelola tower tersebut. Namun nilainya tidak seberapa, dibandingkan dampak negatif yang menimpa warga sekitar tower selama bertahun-tahun, bahkan anak saya juga menderita penyakit akibat radiasi yang ditimbulkan atas keberadaan Tower BTS Mitratel," tandasnya.
Senada dengan itu, Tohir warga RT 13 RW 05 menyampaikan keluhannya bahwa "Sebagai bagian warga yang terdampak, kami merasakan keluhan yang sama, sesuai apa yang disampaikan oleh Pak Joko Santoso. Setiap ada keluhan dari warga, faktanya tanggapan oleh Mitratel sangat lama," ungkapnya.
"Sesuai harapan Pak Joko Santoso terkait perpanjangan lahan, warga tidak dilibatkan dan belum ada pemberitahuan sebelumnya oleh Mitratel," imbuh dari warga dari RT 14 saat menyampaikan keluhannya.
Menanggapi itu, Taufik menjelaskan bahwa Pemdes Kedungcino tidak terkait langsung terhadap perijinan Tower BTS.
Sementara, R. Timur dari Mitratel, dihadapan warga memberikan tanggapan tentang imbas petir, kompensasi yang dijanjikan sejak proses awal pendirian, dan tidak adanya sosialisasi kepada warga terkait perpanjangan Tower BTS. Ketika ditanyakan tentang imbas petir sejak kapan?, warga kompak menjawab sejak awal berdirinya Tower.
Menjawab tentang imbas petir, R. Timur menerangkan bahwa Tower mempunyai keamanan sistem grounding tower. "Sistem grounding semestinya sudah berjalan sejak awal dan kalau tidak berjalan benar berarti Tower itu gagal produk seharusnya," terang R. Timur dari Mitratel.
"Diatas Tower ada penangkal petir dan kabel grounding ke bawah tanah sehingga bisa menjadi nol," ungkapnya.
"Semestinya keluhan disampaikan sejak awal pendirian. Namun karena kami karyawan baru menggantikan tim sebelumya yang menangani Tower ini. Dan memang sistem kerja di Mitratel adalah rolling. Kami sendiri menggantikan karyawan lama sebelumnya, kami baru sekitar 3 bulan," ungkapnya.
R. Timur juga memberikan penjelasan bahwa sebetulnya ada dari Mitratel untuk asuransi kerusakan hingga terbakar. Namun warga menjawab bahwa selama Tower berdiri penggantian hanya sekali.
"Laporan kejadian sering, namun tidak ada nomor telepon petugas Mitratel yang bisa dihubungi bahkan sejak awal Tower berdiri. Tidak ada nomor telepon aduan kalau akan komplain ke Mitratel dan miskomunikasi ini berjalan bertahun-tahun dan semenjak ada Tower petir sering menyambar di area Tower serta kebersihan di lokasi tower tidak terawat," tutur Joko.
Menanggapi keluhan itu, R. Timur dari bagian pemeliharaan Mitratel, menjelaskan akan menindaklanjuti hasil pertemuan ini ke Kantor Pusat. "Karena semua wewenang ada di sana, termasuk terkait masalah ini, nanti ada tim aset dan legal Mitratel yang akan berkomunikasi," ungkapnya.
Diperoleh juga informasi bahwa untuk penanggung jawab ada di Semarang, namun petugas lapangan di Jepara bertugas untuk cek dan lapor kalau ada persoalan. Untuk petugas Mitratel di Jepara bernama Ansori dari KOPERASI JASA DAYAMITRA TELEKOMUNIKASI (KOMITEL).
Sedangkan Edy Santoso yang akrab disapa Mbah San Sekretaris DPC LPHI Jepara penerima Kuasa Khusus dari warga atau korban terdampak menegaskan kalau tuntutan ganti rugi dan/atau kompensasi oleh warga desa terdampak yang dimintakan ke perusahaan Mitratel sebesar Rp.750jt. "Tuntutan warga desa senilai Rp. 750jt terbagi menjadi dua yaitu material, seperti kerusakan barang elektronik dan tuntutan immaterial yaitu rasa was-was dan takut kalau tower roboh dan menimpa mereka. Dan bisa berakibat fatal yaitu jatuhnya korban jiwa dan harta benda," tegasnya.
Perijinan Tower BTS atau Base Transceiver Station
Awak media melakukan penelusuran terkait perijinan pendirian Tower BTS milik Mitratel di Desa Kedungcino dan menghubungi pihak-pihak dari Pemkab Jepara mulai dari Asisten 2 Sekda Jepara, Diskominfo, DPUPR, DLH, dan DPMPTSP. Data yang diperoleh bahwa Tower BTS sudah mempunyai ijin No. IMB : 502.5/86/VI/IMB/2014 tanggal terbit 5 Juni 2014 serta dari DPUPR menjelaskan sudah ada IMB nya dan selama tidak ada perubahan tetap berlaku.
Rapat mediasi ini memunculkan Berita Acara yang berisikan keluhan warga, surat tuntutan ganti rugi, dan kompensasi dan akan ditanggapi oleh Mitratel dalam waktu 10 hari.
Editor :Eko Mulyantoro
Source : Liputan