Parkir Saudara Swalayan Mengganggu Akses Umum: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Suasana di Jl. Veteran, Jepara Senin (5/5/2025).
Parkir Saudara Swalayan Mengganggu Akses Umum: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?
Oleh : Djoko TP
JEPARANEWS | JEPARA - Penutupan jalan umum oleh usaha privat seperti swalayan merupakan tindakan yang menyentuh aspek hukum tata ruang, hak atas jalan umum, dan perlindungan terhadap hak publik untuk menikmati akses tanpa gangguan. Apalagi jika penutupan ini dilakukan terus-menerus, tidak hanya sekali-sekali seperti kegiatan warga untuk hajatan yang hanya sehari.
Status Hukum Jalan
- Jalan Veteran adalah jalan umum milik negara atau pemerintah daerah, berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yang menyatakan bahwa jalan umum tidak dapat dialihfungsikan atau dibatasi tanpa dasar hukum yang sah. Pasal 12 ayat (1): “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di ruang manfaat jalan.”
Penutupan Jalan oleh Warga vs oleh Pengusaha
- Warga Pribumi: Jika ingin menutup jalan untuk hajatan, mereka wajib izin ke pemerintah desa/kelurahan, sering kali membayar retribusi, dan hanya diizinkan dalam waktu terbatas dan dengan pengawasan.
- Swalayan Saudara: Jika menutup jalan secara tetap atau berulang demi kepentingan komersial, ini adalah penyalahgunaan ruang publik. Jika mereka tidak menyediakan lahan parkir cukup dan membiarkan kendaraan parkir di bahu jalan, mereka melanggar peraturan lalu lintas dan berpotensi merugikan kepentingan umum.
Peran Dinas Perhubungan (Dishub) dan Amdal Lalu Lintas
1. Amdal Lalin (Analisis Dampak Lalu Lintas) adalah syarat wajib untuk pendirian pusat perbelanjaan, berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 75 Tahun 2015.
2. Jika saat pendirian swalayan, Dishub sudah diingatkan untuk membahas Amdal Lalin tetapi tidak dilanjutkan, maka itu adalah kelalaian administratif yang bisa ditelusuri akuntabilitasnya.
3. Jika Dishub memasang rambu-rambu yang mendukung parkir di bahu jalan, ini juga melanggar Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan, yang menyatakan bahwa jalan umum tidak boleh digunakan untuk parkir jika mengganggu kelancaran lalu lintas.
Potensi Penyalahgunaan Wewenang dan Ketidakadilan Sosial
- Jika pemerintah daerah lebih mengakomodasi kepentingan pengusaha besar dengan menutup jalan umum tanpa kajian, tanpa sosialisasi, dan merugikan publik, maka itu mencerminkan adanya potensi konflik kepentingan atau maladministrasi.
- Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 menyatakan pejabat publik wajib menjunjung tinggi asas kepatutan, akuntabilitas, dan transparansi.
Implikasi Hukum
Pelanggaran Hak atas Jalan Umum (Publik)
- Penutupan jalan oleh swalayan yang bersifat tetap atau berulang tanpa dasar hukum yang sah merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak publik untuk memperoleh akses lalu lintas yang bebas, lancar, dan aman.
Pasal 63 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ):
"Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi jalan".
Pelanggaran Asas Persamaan di Hadapan Hukum
- Jika warga kecil harus mengajukan izin dan membayar retribusi untuk menutup jalan sementara, tetapi pengusaha bisa menutup jalan untuk kepentingan komersial secara permanen tanpa proses dan syarat yang setara "asas equality before the law" sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945
Potensi Gugatan Perdata atau TUN
- Warga yang merasa dirugikan secara langsung (misalnya pemilik rumah, pelaku UMKM di sekitarnya, atau pengguna jalan) dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.
- Jika izin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah atau Dishub terbukti menyimpang dari prosedur atau merugikan kepentingan umum, dapat diajukan gugatan TUN (PTUN).
Yurisprudensi Terkait
Putusan MA No. 228 K/TUN/2013
- Menyatakan bahwa "penerbitan izin yang merugikan masyarakat dan tidak mengindahkan analisis dampak lalu lintas adalah cacat prosedural dan dapat dibatalkan secara hukum".
Putusan PTUN Jakarta No. 121/G/2015/PTUN-JKT
- Dalam kasus penutupan jalan oleh pusat perbelanjaan, pengadilan memutuskan bahwa penutupan tersebut tanpa Amdal Lalin dan partisipasi publik adalah tindakan melawan hukum.
Putusan MA No. 37 K/TUN/2004
- Menyebut bahwa hak penggunaan ruang publik tidak bisa dialihkan atau diserahkan kepada pihak swasta tanpa mekanisme yang sah dan terbuka
Rekomendasi Hukum dan Langkah Strategis
- Audit Amdal Lalin Swalayan Saudara oleh Dishub dan Satlantas.
- Keterbukaan informasi publik: minta data izin lalu lintas, SK penutupan jalan, dan retribusi yang dibayar.
- Lapor ke Ombudsman jika ada dugaan maladministrasi atau penyalahgunaan wewenang.
- Lapor ke Satpol PP bila penutupan jalan tidak sesuai fungsi ruang jalan dan mengganggu ketertiban umum.
- Dorongan kepada DPRD untuk memanggil instansi terkait dalam rapat dengar pendapat.
Penutup
Keadilan dalam tata kelola ruang publik harus mengedepankan kepentingan masyarakat luas di atas kepentingan bisnis. Jika warga kecil wajib izin dan bayar saat menutup jalan, maka pengusaha pun tidak boleh mendapat hak istimewa tanpa dasar hukum yang jelas dan adil. Pemerintah daerah dan Dishub wajib mengawasi dengan adil, transparan, dan akuntabel.
Daftar Pustaka
- Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
- Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
- Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
- Peraturan Menteri Perhubungan No. 75 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Amdal Lalu Lintas
- Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan
- Yurisprudensi Mahkamah Agung dan PTUN terkait penyalahgunaan izin ruang publik
- Asshiddiqie, Jimly. (2006). Hukum Tata Negara dan Konstitusi. Jakarta: Konstitusi Press.
- Hadjon, P.M. (1987). Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu.
Disclaimer
Penulis adalah Pengamat Kebijakan Publik tinggal di Jepara.
Editor :Eko Mulyantoro