Perda Kabupaten Jepara Tentang Larangan Minuman Beralkohol
Deny Irawan, S.H. : Perda Jepara Tentang Larangan Miras Oplosan Perlu Direvisi
Kantor Hukum Abdul Ghofur & Partner Law Firm Kabupaten Jepara. Foto Dok. sigapnews.co.id.
JEPARANEWS | JEPARA - P alias Wiwik, penjual miras oplosan yang mengakibatkan tewasnya 9 orang di Jepara, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kepolisian. Pasal yang disangkakan adalah Pasal 204 KUHP, Pasal 146 Undang-Undang Pangan dan Pasal 196 Undang-Undang Kesehatan. Ironisnya, ketiga pasal tersebut tidak secara spesifik menyebutkan kata “miras” atau “oplosan”. Yang membahas secara spesifik tentang kata “miras” atau “oplosan” justru adalah Perda Kabupaten Jepara Nomor 4 Tahun 2001 tentang Larangan Minuman Beralkohol yang menjelaskan tentang definisi dan klasifikasinya, termasuk di dalamnya adalah oplosan.
Tahun 2013, Perda ini mengalami perubahan dengan dikeluarkannya Perda Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2013. Perda ini sedikit mengubah tentang klasifikasi minuman beralkohol “ termasuk oplosan” dan mengubah ketentuan pidana bagi setiap orang atau badan yang memproduksi, mengedarkan dan memperdagangkan minuman beralkohol di wilayah Kabupaten Jepara dengan hukuman pidana kurungan selama 3 bulan dan denda paling banyak Rp. 50jt.
Namun dalam kasus oplosan yang menewaskan 9 orang di Jepara, P alias Wiwik tidak dikenakan Perda tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan bahwa Pasal 204 KUHP, Pasal 146 Undang-Undang Pangan dan Pasal 196 Undang-Undang Kesehatan tersebut dikenakan kepada tersangka karena “menjual oplosan” yang mengakibatkan tewasnya 9 orang, atau karena “akibat tewasnya 9 orang”. Karena ketiga pasal tersebut, hanya menyebutkan barang yang berbahaya, pangan yang direkayasa dan sediaan farmasi/ alat kesehatan yang tidak memenuhi standar. Sehingga konsep tersebut masih dalam definisi yang luas yang berarti faktor utama yang digunakan oleh kepolisian adalah faktor akibat tewasnya 9 orang dengan suatu media yang termasuk ke dalam ketiga pasal tersebut di atas yang dalam kasus ini adalah oplosan. Bukan faktor menjual oplosan itu sendiri. Karena berdasarkan informasi di masyarakat masih banyak penjual oplosan yang aktif melakukan kegiatan karena masih adanya permintaan dari konsumen.
Perda Kabupaten Jepara Nomor 4 Tahun 2001 tentang Larangan Minuman Beralkohol dan diubah dengan Perda Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2013 yang membahas secara speisifik minuman beralkohol yang termasuk di dalamnya oplosan, juga tidak bisa digunakan dalam kasus ini. Karena tidak membahas ketentuan lebih lanjut tentang pidana lanjutan yang disebabkan oleh minuman beralkohol yang dijual dan dikonsumsi di wilayah Kabupaten Jepara. Misalnya tidak disebutkan bahwa apabila minuman beralkohol tersebut menyebabkan meninggal dunia maka dihukum pidana dengan kurungan dan denda sekian tahun. Sehingga Perda Jepara tentang minuman beralkohol perlu direvisi agar lebih lengkap dan bisa menjadi acuan bagi penyalahgunaan minuman beralkohol di wilayah Kabupaten Jepara.
“Agar hal yang serupa, tidak terjadi lagi di masa yang akan datang, perlu dilakukan pencegahan yang kuat dengan merevisi Perda dan penindakan yang lebih tegas dari aparat penegak hukum agar tidak jatuh korban-korban lainnya.” Demikian ungkap Deny Irawan, S.H. di sela kesibukannya dalam menangani berbagai kasus hukum, analisis hukum dan kebijakan publik di Kantor Hukum Abdul Ghofur & Partner Law Firm, sebuah law firm di pusat kota Jepara.
Editor :Eko Mulyantoro
Source : Abdul Ghofur